Arti Kode VerVal Dalam Pemutakhiran NUPTK 2013

zDalam proses pemutakhiran NUPTK Online 2013, mungkin operator sekolah, guru dan kepala mengalami sedikit kendala mengenai kode-kode yang muncul setiap kali melewati tahap-tahap pemutakhiran. Jika anda mengalami hal ini, berikut yang perlu anda ketahui mengenai arti kode VerVal dalam pemutakhiran NUPTK 2013:

  • Formulir A01 = Jika PTK masih aktif di sekolah induk yang sudah terdaftar
  • Formulir A02 = Jika PTK sudah tidak aktif di sekolah induk yang terdaftar
  • Formulir A03 = Untuk PTK yang dinyatakan tidak terdaftar NPSN di sekolah induk
  • Formulir A04 = Formulir NUPTK untuk Pengawas
  • Formulir A05 = Formulir registrasi PTK untuk pengajuan NUPTK baru
  • Formulir A06 = Formulir registrasi Pengawas Sekolah untuk pengajuan NUPTK baru
  • Kode S02a = Surat Tanda Bukti VerVal Level 1 (Aktivasi Akun Pengawas)
  • Kode S02b = Surat Tanda Bukti VerVal Level 1 untuk PTK
  • Kode S02c = Surat Tanda Bukti Registrasi Level 1 untuk PTK Baru
  • Kode S02d = Surat Tanda Bukti Registrasi Level 1 untuk Pengawas Sekolah
  • Kode S03a = Surat Pengajuan VerVal Level 2 untuk PTK
  • Kode S03b = Surat Pengajuan VerVal Level 2 untuk Pengawas Sekolah
  • Kode S03c = Surat Pengajuan Registrasi Level 2 untuk PTK
  • Kode S03d = Surat Pengajuan Registrasi Level 2 untuk Pengawas Sekolah
  • Kode S04 = Surat Tanda Bukti VerVal Level 2 untuk PTK
  • Kode S04b = Surat Tanda Bukti VerVal Level 2 untuk Pengawas Sekolah
  • Kode S05a = Surat Tanda Bukti Registrasi Level 2 untuk PTK
  • Kode S05b = Surat Tanda Bukti Registrasi Level 2 untuk Pengawas Sekolah
  • Kode S06a/S06b/S06c = Surat Pengajuan NUPTK Baru
  • Kode S06d/S06e = Surat Pengajuan NUPTK Baru
  • Kode S06f = Surat Pengajuan NUPTK Baru (Pengawas Sekolah)
  • Kode S07a = Surat Pakta Integritas untuk PTK
  • Kode S07b = Surat Pakta Integritas untuk Kepala Sekolah
  • Kode S07c = Surat Pakta Integritas untuk Pengawas Sekolah
  • Kode S08a = Tanda Bukti Penerimaan Pakta Integritas dari Admin Dinas
  • Kode S08b = Surat Tanda Bukti Pengaktifan PegID
  • Kode S09 = Surat Tanda Bukti Penerimaan Pengajuan NUPTK dari Admin Dinas
  • Kode S10a = Surat Pengantar Ajuan NUPTK Baru (Guru PNS/CPNS)
  • Kode S10b = Surat Pengantar Ajuan NUPTK Baru (Guru Non PNS Sekolah Swasta)
  • Kode S10c = Surat Pengantar Ajuan NUPTK Baru (Guru Non PNS Sekolah Negeri)
  • Kode S10d = Surat Pengantar Ajuan NUPTK Baru (Kepala Sekolah PNS)
  • Kode S10e = Surat Pengantar Ajuan NUPTK Baru (Kepala Sekolah Non PNS)
  • Kode S10f = Surat Pengantar Ajuan NUPTK Baru (Pengawas Sekolah )
  • Kode S11 = Surat Sertifikat Penerbitan NUPTK ( ditanda tangani Kepala LPMP )
Demikianlah arti kode VerVal dalam pemutakhiran NUPTK 2013, sekarang anda sudah mengenai makna dari setiap kode yang muncul dalam setiap proses pemutakhiran. Semoga setelah anda mengetahui inianda akan lebih mudah dalam mengerjakan pemutakhiran NUPTK ini. Selamat bekerja.

sumber  http://liputanpendidikan.blogspot.com/2013/08/arti-kode-verval-dalam-pemutakhiran-nuptk-2013.html

Arti Kode NPSN dan NUPTK

NPSN (Nomor Pokok Sekolah Nasional) adalah kode pengenal sekolah yang bersifat unik dan membedakan satu sekolah dengan sekolah lainnya. Penerapan kode pengenal sekolah selama ini masih belum ada standar yang baku. Aturan penyusunan kode pengenal sekolah antar satu propinsi bisa berbeda dengan propinsi lain. Dengan mekanisme pemberian kode pengenal sekolah yang tidak baku secara nasional, maka rentan terjadinya data sekolah ganda yang pada akhirnya tidak mampu menjadi pembeda utama bagi sekolah-sekolah di Indonesia. Akibat dari tidak adanya standarisasi ini, muncul kesulitan dalam proses manajemen pengeolaan data sekolah dalam skala nasional. Karena itu dirasa sangat penting untuk melakukan standarisasi kodifikasi yang diterapkan di seluruh sekolah di Indonesia. Dengan standarisasi ini, NPSN akan benar-benar bersifat unik dan menjadi pembeda utama antar satu sekolah dengan sekolah lainnya di seluruh Indonesia.
Format nomor :
  • Standar kode NPSN Indonesia = 8 digit angka.
  • Format kode NPSN = X- YY – ZZZZZ
    • X = Kode Wilayah
    • YY = Nomor Kelompok
    • ZZZZZ = Serial
  • Kapasitas NPSN:
    • Total Kapasitas Jumlah Sekolah = 9,9 Juta Sekolah Per Wilayah
  • Kode Wilayah:
    • Sumatera dan sekitarnya : 1
    • Jawa dan sekitarnya : 2
    • Kalimantan dan sekitarnya : 3
    • Sulawesi dan sekitarnya : 4
    • Bali – nusa tenggara & sktarnya : 5
    • Maluku, papua dan sekitarnya : 6
    • Luar Negeri : 9
    • Reserved : 7 – 8
Pertimbangan format kodifikasi:
  1. NPSN terdiri dari seluruhnya angka dengan jumlah digit seminimal mungkin agar mudah dihafal atau dituliskan untuk keperluan administrasi sekolah.
  2. NPSN meminimalkan ketergantungan pada informasi atau data eksternal yang bisa berubah atau berganti sehingga format ini menjamin akan tetap dalam jangka waktu panjang. Sudah menjadi rahasia umum bahwa standarisasi yang berlaku di Indonesia masih sangat mungkin untuk berubah. Karena itu, satu-satunya informasi eksternal yang masuk dalam format NPSN adalah kode wilayah karena informasi ini (pasti) tetap dan tidak bergantung pada informasi di luar sekolah itu sendiri.
  3. Jumlah digit urutan kode 5 digit terakhir bisa berubah (menjadi lebih atau kurang dari 5 digit), walaupun kemungkinan untuk itu sangat kecil.
Kelebihan format kodifikasi:
  1. Dengan kode yang isinya sangat umum dan bersifat nasional, NPSN bisa digunakan sekolah selama sekolah masih aktif, di jenjang apa pun, di kota mana pun, mulai TK, SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA.
  2. Karena karakter yang digunakan seluruhnya berupa angka dan jumlahnya yang relatif sedikit, proses administrasi sekolah bisa menggunakan NPSN dengan mudah. Misalnya dalam pengisian lembar jawaban computer.
  3. Adanya pengelompokan memungkinkan adanya kode-kode khusus untuk keperluan khusus tanpa mengubah struktur dasar dari format NPSN. Misalnya untuk kode “9″ untuk sekolah yang berlokasi di luar negeri dan kode wilayah “7 & 8” untuk dicadangkan untuk kode sekolah-sekolah di wilayah lainnya.
Konsekuensi format kodifikasi:
Karena format NPSN ini cenderung bersifat kode identitas minimal makna (kecuali hanya kode wilayah) maka jumlah karakter yang dibutuhkan relatif sedikit. Namun demikian, format ini mempunyai konsekuensi di satu sisi, antara lain:
  1. Untuk mengetahui informasi lebih rinci tentang sekolah (pemilik NPSN) dibutuhkan sebuah sistem penyedia informasi yang bersifat publik, mudah diakses, dan selalu up-to-date.
  2. Pemberian NPSN pada sekolah tidak bisa dilakukan secara manual, melainkan harus disediakan oleh sebuah sistem manajemen yang terpusat, terpadu dan terintegrasi secara nasional untuk menghindari kesalahan pemberian NPSN.
Melihat 2 konsekuensi utama di atas, maka solusi paling tepat untuk mengatasinya adalah dengan membangun sebuah Sistem Informasi Manajemen NPSN Departemen Pendidikan Nasional yang terpadu dan tersedia secara luas dengan memanfaatkan teknologi informasi, khususnya internet atau intranet. Sistem inilah yang akan bertugas sebagai penyedia informasi NPSN lebih rinci sekaligus sebagai entry-point yang menjaga validitas NPSN yang akan diberikan pada sekolah. Walaupun demikian, sistem ini harus mampu menjaga kerahasiaan data sekolah dan memastikan data sekolah hanya bisa diakses oleh pihak-pihak yang memang berwenang dan berhak untuk mengetahuinya. Misal, dinas pendidikan kota hanya bisa melihat data sekolah yang ada di kotanya masing-masing, dinas pendidikan propinsi hanya bisa melihat data sekolah di kota/kabupaten di wilayah propinsinya saja, demikian seterusnya. Solusi ini sejalan dengan program kerja Depdiknas yang akan membangun Jardiknas (Jaringan Pendidikan Nasional) yang akan menjangkau ke seluruh kota/kabupaten dan sekolah di Indonesia.


NISN (Nomor Induk Siswa Nasional) adalah kode pengenal siswa yang bersifat unik dan membedakan satu siswa dengan siswa lainnya. Penerapan kode pengenal siswa selama ini masih belum ada standar yang baku. Aturan penyusunan kode pengenal siswa antar satu sekolah bisa berbeda dengan sekolah lain. Dengan mekanisme pemberian kode pengenal siswa yang tidak baku secara nasional, maka rentan terjadinya data siswa ganda yang pada akhirnya sulit untuk mendata secara akurat data siswa-siswa di Indonesia. Akibat dari tidak adanya standarisasi ini, muncul kesulitan dalam proses manajemen pengelolaan data siswa dalam skala nasional. Karena itu dirasa sangat penting untuk melakukan standarisasi kodifikasi yang diterapkan kepada seluruh siswa di Indonesia. Dengan standarisasi ini, NISN akan benar-benar bersifat unik dan menjadi pembeda utama antar satu siswa dengan siswa lainnya di seluruh Indonesia.

Format nomor :
aaaxxxyyyy (10 digit angka)
dengan makna sebagai berikut:
  • aaa : tiga digit tahun lahir
  • xxxyyyy : tujuh digit nomor urut yang dibagi dalam 2 bagian, yaitu:
    • xxx : tiga digit pengelompokan, dan
    • yyyy : empat digit nomor urut dalam pengelompokan xxx.
Pertimbangan format kodifikasi:
  1. NISN terdiri dari seluruhnya angka dengan jumlah digit seminimal mungkin agar mudah dihafal atau dituliskan untuk keperluan administrasi sekolah, misal ujian nasional atau pendaftaran sekolah.
  2. NISN tidak tergantung pada informasi atau data eksternal yang bisa berubah atau berganti sehingga format ini menjamin akan tetap dalam jangka waktu panjang. Sudah menjadi rahasia umum bahwa standarisasi yang berlaku di Indonesia masih sangat mungkin untuk berubah. Karena itu, satu-satunya informasi eksternal yang masuk dalam format NISN adalah tahun kelahiran siswa karena informasi ini (pasti) tetap dan tidak bergantung pada informasi di luar siswa itu sendiri.
  3. Pemilihan tahun kelahiran siswa adalah salah satu cara untuk mengefisienkan jumlah digit dalam NISN. Dengan asumsi pertumbuhan penduduk sebesar 1,49% maka hanya dibutuhkan 7 digit (maksimal 9.999.999) setelah informasi tahun kelahiran. Kemungkinan berkembang lebih dari 7 digit adalah sangat kecil karena pertumbuhan penduduk (di Indonesia) cenderung menurun dari tahun ke tahun.
  4. Jumlah digit urutan kode 4 digit terakhir bisa berubah (menjadi lebih atau kurang dari 4 digit), walaupun kemungkinan untuk itu sangat kecil.
Kelebihan format kodifikasi:
  1. Dengan kode yang isinya sangat umum dan bersifat nasional, NISN bisa digunakan siswa selama dia bersekolah, di jenjang apa pun, di kota/kabupaten mana pun, mulai TK, SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA, bahkan hingga perguruan tinggi. Bahkan, NISN bisa juga dimanfaatkan untuk kepentingan instansi lain di luar Dinas Pendidikan Nasional.
  2. Karena karakter yang digunakan seluruhnya berupa angka dan jumlahnya yang relatif sedikit, proses administrasi sekolah bisa menggunakan NISN dengan mudah. Misalnya dalam pengisian lembar jawaban komputer, pengajuan data BOS, nomor peserta Ujian Nasional, dll.
  3. Adanya pengelompokan memungkinkan adanya kode-kode khusus untuk keperluan khusus tanpa mengubah struktur dasar dari format NISN. Misalnya untuk kode “999″ untuk siswa yang masuk SD di luar negeri atau kode-kode khusus lainnya.
Konsekuensi format kodifikasi:
Karena proposal format NISN ini cenderung bersifat kode identitas tanpa makna (kecuali tahun kelahiran siswa) maka jumlah karakter yang dibutuhkan relatif sedikit. Namun demikian, format ini mempunyai konsekuensi di satu sisi, antara lain:
  1. Untuk mengetahui informasi lebih rinci tentang siswa (pemilik NISN) dibutuhkan sebuah sistem penyedia informasi yang bersifat publik, mudah diakses, dan selalu up-to-date.
  2. Pemberian NISN pada siswa tidak bisa dilakukan secara manual, melainkan harus disediakan oleh sebuah sistem manajemen yang terpadu dan terintegrasi secara nasional untuk menghindari kesalahan pemberian NISN.
Melihat 2 konsekuensi utama di atas, maka solusi paling tepat untuk mengatasinya adalah dengan membangun sebuah Sistem Informasi Manajemen NISN Departemen Pendidikan Nasional yang terpadu dan tersedia secara luas dengan memanfaatkan teknologi informasi, khususnya internet atau intranet. Sistem inilah yang akan bertugas sebagai penyedia informasi NISN lebih rinci sekaligus sebagai entry-point yang menjaga validitas NISN yang akan diberikan pada siswa. Walaupun demikian, sistem ini harus mampu menjaga kerahasiaan data siswa dan memastikan data siswa hanya bisa diakses oleh pihak-pihak yang memang berwenang dan berhak untuk mengetahuinya. Misal, guru di sekolah X hanya bisa melihat data siswa di sekolah X, dinas pendidikan kota/kabupaten hanya bisa melihat data siswa yang ada di kota/kabupatennya masing-masing, demikian seterusnya. Solusi ini sejalan dengan program kerja Depdiknas yang akan membangun Jardiknas (Jaringan Pendidikan Nasional) yang akan menjangkau ke seluruh kota/kabupaten dan sekolah di Indonesia.

Kutipan http://agiyanto.wordpress.com/nisnnuptk/