NISN
(Nomor Induk Siswa Nasional) adalah kode pengenal siswa yang bersifat
unik dan membedakan satu siswa dengan siswa lainnya. Penerapan kode
pengenal siswa selama ini masih belum ada standar yang baku. Aturan
penyusunan kode pengenal siswa antar satu sekolah bisa berbeda dengan
sekolah lain. Dengan mekanisme pemberian kode pengenal siswa yang tidak
baku secara nasional, maka rentan terjadinya data siswa ganda yang
pada akhirnya sulit untuk mendata secara akurat data siswa-siswa di
Indonesia.
Akibat dari tidak adanya standarisasi ini, muncul kesulitan dalam
proses manajemen pengelolaan data siswa dalam skala nasional. Karena
itu dirasa sangat penting untuk melakukan standarisasi kodifikasi yang
diterapkan kepada seluruh siswa di Indonesia. Dengan standarisasi ini,
NISN akan benar-benar bersifat unik dan menjadi pembeda utama antar satu
siswa dengan siswa lainnya di seluruh Indonesia.
Format nomor :
aaaxxxyyyy (10 digit angka)
dengan makna sebagai berikut:
Pertimbangan format kodifikasi:
-
NISN terdiri dari seluruhnya angka dengan
jumlah digit seminimal mungkin agar mudah dihafal atau dituliskan untuk
keperluan administrasi sekolah, misal ujian nasional atau pendaftaran
sekolah.
-
NISN tidak tergantung pada informasi atau
data eksternal yang bisa berubah atau berganti sehingga format ini
menjamin akan tetap dalam jangka waktu panjang. Sudah menjadi rahasia
umum bahwa standarisasi yang berlaku di Indonesia masih sangat mungkin
untuk berubah. Karena itu, satu-satunya informasi eksternal yang masuk
dalam format NISN adalah tahun kelahiran siswa karena informasi ini
(pasti) tetap dan tidak bergantung pada informasi di luar siswa itu
sendiri.
-
Pemilihan tahun kelahiran siswa adalah
salah satu cara untuk mengefisienkan jumlah digit dalam NISN. Dengan
asumsi pertumbuhan penduduk sebesar 1,49% maka hanya dibutuhkan 7 digit
(maksimal 9.999.999) setelah informasi tahun kelahiran. Kemungkinan
berkembang lebih dari 7 digit adalah sangat kecil karena pertumbuhan
penduduk (di Indonesia) cenderung menurun dari tahun ke tahun.
-
Jumlah digit urutan kode 4 digit terakhir bisa berubah (menjadi
lebih atau kurang dari 4 digit), walaupun kemungkinan untuk itu sangat
kecil.
Kelebihan format kodifikasi:
-
Dengan kode yang isinya sangat umum dan
bersifat nasional, NISN bisa digunakan siswa selama dia bersekolah, di
jenjang apa pun, di kota/kabupaten mana pun, mulai TK, SD/MI, SMP/MTs,
SMA/SMK/MA, bahkan hingga perguruan tinggi. Bahkan, NISN bisa juga
dimanfaatkan untuk kepentingan instansi lain di luar Dinas Pendidikan
Nasional.
-
Karena karakter yang digunakan seluruhnya
berupa angka dan jumlahnya yang relatif sedikit, proses administrasi
sekolah bisa menggunakan NISN dengan mudah. Misalnya dalam pengisian
lembar jawaban komputer, pengajuan data BOS, nomor peserta Ujian
Nasional, dll.
-
Adanya pengelompokan memungkinkan adanya kode-kode khusus untuk
keperluan khusus tanpa mengubah struktur dasar dari format NISN.
Misalnya untuk kode “999″ untuk siswa yang masuk SD di luar negeri atau
kode-kode khusus lainnya.
Konsekuensi format kodifikasi:
Karena proposal format NISN ini cenderung bersifat kode identitas
tanpa makna (kecuali tahun kelahiran siswa) maka jumlah karakter yang
dibutuhkan relatif sedikit. Namun demikian, format ini mempunyai
konsekuensi di satu sisi, antara lain:
-
Untuk mengetahui informasi lebih rinci
tentang siswa (pemilik NISN) dibutuhkan sebuah sistem penyedia
informasi yang bersifat publik, mudah diakses, dan selalu up-to-date.
-
Pemberian NISN pada siswa tidak bisa dilakukan secara manual,
melainkan harus disediakan oleh sebuah sistem manajemen yang terpadu
dan terintegrasi secara nasional untuk menghindari kesalahan pemberian
NISN.
Melihat 2 konsekuensi utama di atas, maka solusi paling tepat untuk
mengatasinya adalah dengan membangun sebuah Sistem Informasi Manajemen
NISN Departemen Pendidikan Nasional yang terpadu dan tersedia secara
luas dengan memanfaatkan teknologi informasi, khususnya internet atau
intranet. Sistem inilah yang akan bertugas sebagai penyedia informasi
NISN lebih rinci sekaligus sebagai entry-point yang menjaga validitas
NISN yang akan diberikan pada siswa. Walaupun demikian, sistem ini harus
mampu menjaga kerahasiaan data siswa dan memastikan data siswa hanya
bisa diakses oleh pihak-pihak yang memang berwenang dan berhak untuk
mengetahuinya. Misal, guru di sekolah X hanya bisa melihat data siswa di
sekolah X, dinas pendidikan kota/kabupaten hanya bisa melihat data
siswa yang ada di kota/kabupatennya masing-masing, demikian seterusnya.
Solusi ini sejalan dengan program kerja Depdiknas yang akan membangun
Jardiknas (Jaringan Pendidikan Nasional) yang akan menjangkau ke seluruh
kota/kabupaten dan sekolah di Indonesia. |
0 Comments:
Posting Komentar